KECERDASAN MENURUT AL-QURAN
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna (Q.S. At-Tin: 5). Secara fisik, manusia memiliki struktur tubuh yang sangat sempurna, ditambah lagi dengan pemberian akal, maka ia adalah makhluk jasadiyah dan ruhaniyah. Akal yang dianugrahkan kepada manusia memiliki tingkatan kecerdasan yang berbeda-beda.
Banyak orang meyakini bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki kemampuan Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, namun pada kenyataannya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan IQ yang tinggi itu memiliki kemampuan adaptasi, sosialisi, pengendalian emosi, dan kemampuan spiritual. Banyak orang yang memiliki kecerdasan IQ, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk bergaul, bersosialisai dan membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Banyak juga orang yang memiliki kemampuan IQ, tapi ia tidak memiliki kecerdasan dalam melakukan hal-hal yang dapat menentukan kebehasilannya di masa depan, prioritas-prioritas apa yang mesti dilakukan untuk menuju sukses dirinya.
Banyak orang meyakini bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki kemampuan Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, namun pada kenyataannya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan IQ yang tinggi itu memiliki kemampuan adaptasi, sosialisi, pengendalian emosi, dan kemampuan spiritual. Banyak orang yang memiliki kecerdasan IQ, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk bergaul, bersosialisai dan membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Banyak juga orang yang memiliki kemampuan IQ, tapi ia tidak memiliki kecerdasan dalam melakukan hal-hal yang dapat menentukan kebehasilannya di masa depan, prioritas-prioritas apa yang mesti dilakukan untuk menuju sukses dirinya.
Pada tahun 2004 Tes IQ menjadi tren di SD-SD di berbagai kota besar. Untuk meningkatkan “gengsi”, sekolah ramai-ramai menyeleksi anak-anak yang hendak masuk sekolah dengan tes IQ . Mereka berteori bahwa sekolah yang baik adalah jika para siswanya pintar-pintar, dan siswa yang pintar itu jika IQ-nya di atas rata-rata. Karena itulah mereka menyelenggarakan tes IQ. Meskipun mereka kurang begitu memahami kerangka landasan teoretis dan filosofisnya; untuk apa tes IQ itu, apa kelemahan dan kelebihannya, dan kapan semestinya hal itu dilakukan.
Dalam pendahuluan bukunya, Revolusi IQ/EQ/SQ, Taufik Pasiak mengungkapkan bahwa di antara dokter yang lulus tepat waktu (6,5 – 7 tahan) dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) di atas 3,0 merupakan dokter-dokter yang gagal, baik sebagai kepala Puskesmas maupun dokter praktik swasta. Ketika menjadi kepala Puskesmas, mereka menjadi pemimpin yang gagal. Ketika membuka praktik, mereka kekurangan pasien, sementara kawan-kawan mereka hampir drop out karena terlalu lama sekolah juga dengan IPK biasa, justru menjadi dokter-dokter yang berhasil ketika bekerja di lingkungan masyarakat. Di antaranya bahkan menjadi dokter teladan.
Dalam pendahuluan bukunya, Revolusi IQ/EQ/SQ, Taufik Pasiak mengungkapkan bahwa di antara dokter yang lulus tepat waktu (6,5 – 7 tahan) dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) di atas 3,0 merupakan dokter-dokter yang gagal, baik sebagai kepala Puskesmas maupun dokter praktik swasta. Ketika menjadi kepala Puskesmas, mereka menjadi pemimpin yang gagal. Ketika membuka praktik, mereka kekurangan pasien, sementara kawan-kawan mereka hampir drop out karena terlalu lama sekolah juga dengan IPK biasa, justru menjadi dokter-dokter yang berhasil ketika bekerja di lingkungan masyarakat. Di antaranya bahkan menjadi dokter teladan.
Intelligence Quotient (IQ) telah memonopoli teori kecerdasan. Kecerdasan seseorang hanya diukur lewat hasil tes inteligensi, yang logis-matematis, kuantitatif dan linear. Akibatnya, sisi-sisi kecerdasan manusia yang lainnya terabaikan. Hegemoni teori kecerdasan IQ memang tidak terlepas dari latar belakang historis, ilmiah, dan kultural. Secara historis, teori kecerdasan IQ memang merupakan teori kecerdasan pertama dan sudah berumur 200 tahun lebih, yang dimulai dari Frenologi Gall.
Pada awalnya, dikenal bahwa kecerdasan seseorang adalah mereka yang memilki kualitas IQ yang sangat tinggi, Hal demikian tidaklah salah karena pada awal sejarah perkembangannya, untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang adalah dengan mengetahui IQ nya. Orang yang pertama kali berpikir mengenai mungkinnya dilakukan pengukuran intelegensi atau kecerdasan adalah Galton, sepupu Darwin. Hal yang mendorongnya untuk memiliki pemikiran demikian adalah karena Galton tertarik pada perbedaan-perbedaan individual dan pada hubungan antara hereditas dan kemampuan mental. Menurut Galton ada dua kualitas umum yang dapat membedakan antara orang yang lebih cerdas (more intelligent) dari orang yang kurang cerdas (less intelligent) yaitu energi dan sensitivitas. Menurutnya, orang cerdas itu memiliki tingkat energi yang istimewa dan sensitivitas terhadap rangsangan di sekitarnya.
Mengacu kepada kesimpulan Howard Gardner,
Temuan-temuan ilmiah bagi perkembangan teori kecedasan manusia, sesungguhnya juga sudah lama ditemukan oleh saintis, terutama neuro-saintis. Sampai akhirnya Howard Gardner yang dengan sangat serius menstudinya, dan ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan manusia itu tidak tunggal, tapi majmuk, bahkan tak terbatas. Belakangan teori kecerdasan Howard Gardner ini dikenal dengan Multiple Intelligence (Kecerdasan Majmuk) ya’ni Linguistic Intelligence (Kecerdasan Bahasa) Logico-Mathematical Intelligence (Kecerdasan Logis-Matematis); Visual-Spatial Intelligence (Kecerdasan Visual-Spasial); Bodily-Kinesthetic Intelligence (Kecerdasan Kinestetik); Musical Intelligence (Kecerdasan Musik); Interpersonal Intelligence (Kescerdasan Antarpribadi); Intrapersonal Intelligence (Kecerdasan Intrapesonal); dan Natural Intelligence (Kecerdasan Natural).
Dalam literatur Islam ada beberapa kata yang apabila ditinjau dari pengertian etimologi memiliki makna yang sama atau dekat dengan kecerdasan, antara lain :
- Al-fathanah atau al-fithnah, yang artinya cerdas, juga memiliki makna sama dengan al-fahm (paham) lawan dari al-ghabawah (bodoh).
- Adz-dzaka’ yang berarti hiddah al-fuad wa sur’ah al-fithnah (tajamnya pemahaman hati dan cepat paham).
- Ibn Hilal al-Askari membedakan antara al-fithnah dan adz-dzaka’, bahwa adz-dzaka’ adalah tamam al-fithnah (kecedasan yang sempurna).
- Al-hadzaqah , di dalam kamus Lisan al-‘Arab, al-hadzaqah diberi ma’na al-Maharah fi kull ‘amal (mahir dalam segala pekerjaan)[.
- An-Nubl dan an-Najabah, menurut Ibn Mandzur an-Nubl artinya sama dengan adz-dzaka’ dan an-najabah ya’ni cerdas.
- An-Najabah, berarti cerdas.Al-Kayyis, memiliki ma’na sama dengan al-‘aqil (cerdas).
Rasulullah saw. Mendefinisikan kecerdasan dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana dalam hadits berikut :
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ (رواه الترمذي)
“Dari Syaddad Ibn Aus, darr Rasulullah saw. Bersabda : orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan sesudah mati (H.R. At-Tirmidzi)”.
Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin pada bab pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memilki asas dan segala etika memiliki sumber, asas bagi segala kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah akal. Lebih lanjut Al-Mawardi menyimpulkan definisi akal yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang diketahui secara langsung.
Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin pada bab pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memilki asas dan segala etika memiliki sumber, asas bagi segala kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah akal. Lebih lanjut Al-Mawardi menyimpulkan definisi akal yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang diketahui secara langsung.
Kecerdasan Menurut Al-Quran
Apabila kita meneliti ayat-ayat al-Quran, kata-kata yang memiliki arti kecerdasan, sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut di atas, yaitu al-Fathanah, adz-dzaka’, al-hadzaqah, an-nubl, an-najabah, dan al-kayyis tidak digunakan oleh al-Quran. Definisi Kecerdasan secara jelas juga tidak ditemukan, tetapi melalui kat-kata yang digunakan oleh al-Qur’an dapat disimpulkan makna Kecerdasan. Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan kata al-‘aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja, seperti kata ta’qilun. Para ahli tafsir, termasuk di antaranya Muhammad Ali Al-Shabuni, menafsirkan kata afala ta’qilun “apakah kamu tidak menggunakan akalmu”.
Dengan demikian Kecerdasan menurut al-Quran diukur dengan penggunaan akal atau kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang lain.
Kata-kata yang memiliki makna yang dekat (mirip) dengan Kecerdasan yang banyak digunakan di dalam al-Quran adalah :
Dengan demikian Kecerdasan menurut al-Quran diukur dengan penggunaan akal atau kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang lain.
Kata-kata yang memiliki makna yang dekat (mirip) dengan Kecerdasan yang banyak digunakan di dalam al-Quran adalah :
- Al–‘Aql, yang berarti an-Nuha (kepandaian, kecerdasan).Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena memang akal dapat menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya. Kata ‘aql tidak pernah disebut sebagai nomina (ism), tapi selalu dalam bentuk kata kerja (fi’l). Di dalam al-Quran kata yang berasal dari kata ‘aql berjumlah 49 kata, semuanya berbentuk fi’l mudhari’, hanya 1 yang berbentuk fi’l madhi. Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang seasal dengan kata ‘aql, dipahami bahwa al-Quran sangat menghargai akal, dan bahkan Khithab Syar’i (Khithab hukum Allah) hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal. Banyak sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya. Di sisi lain penggunaan kata yang seasal dengan ‘aql tidak berbentuk nomina (ism) tapi berbentuk kata kerja (fi’l) menunjukkan bahwa al-Quran tidak hanya menghargai akal sebagai kecerdasan intelektual semata, tapi al-Quran mendorong dan menghormati manusia yang menggunakan akalnya secara benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sternberg yang dikutip oleh Agus Efendi, “Tes IQ sesungguhnya bukan pada seberapa banyak kecerdasan yang anda miliki dalam otak anda. Akan tetapi bagaimana anda menggunakan kecerdasan yang harus anda buat menjadi dunia yang lebih baik bagi diri anda sendiri, dan orang lain" Walhasil, kecerdasan bukanlah yang anda miliki, Kecerdasan lebih merupakan sesuatu yang anda gunakan. Itulah yang dimaksud dengan kecerdasan majmuk sebagaimana disampaikan oleh Horward Gordner, kecerdasan yang mencakup banyak aspek kehidupan, bukan kecerdasan intelektual semata.
Bentuk dari kata ‘aql yang dirangkaikan dalam sebuah kalimat pertanyaan, seperti afala ta’qilun (apakah kamu tidak menggunakan akalmu) terdapat 13 buah di dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempertanyakan kecerdasan mereka, dengan akal yang sudah diberikan.
- Al-Lubb atau al-Labib, yang bearti al-‘aql atau al-‘aqil, dan al-labib sama dengan al-‘aql. Di dalam al-Quran Kata al-albab disebut 16 kali, dan kesemuanya didahului dengan kata ulu atau uli yang artinya pemilik, ulu al-albab berarti pemilik akal.
- Al-bashar, yang berarti indra penglihatan, juga berarti ilmu. Di dalam Kamus Lisan al Arab, Ibn Manzhur mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan ; al-bashirah memiliki ma’na sama dengan al-fithnah (kecerdasan) dan al-hujjah (argumntasi). Al-Jurjani mendefinisikan al-Bashirah, adalah suatu kekuatan hati yang diberi cahaya kesucian, sehingga dapat melihat hakikat sesuatu dari batinnya. Para ahli hikmah menamakannya dengan ; al-‘aqilah an-nazhariyyah wa alquwwah al-qudsiyyah (kecerdasan bepikir dan kekuatan suci atau ilahi). Abu Hilal al-‘Askari membedakan antara al-bashirah dan al-‘ilm (ilmu), bahwa al-bashirah adalah kesempurnaan ilmu dan pengetahuan.
Di dalam al-Quran, kata yang berasal dari kata al-bashar, dengan berbagai macam bentuk, jumlahnya cukup banyak, yaitu berjumah 142 kata, yang berbentuk kata al-bashir berjumlah 53 kata, hampir kesemuanya menjadi sifat Allah swt. kecuali 6 kata yang menjadi sifat manusia, 4 diantaranya kata al-bashir menjelaskan perbedaan antara manusia yang buta dan melihat. Sedangkan kata bashirah terdapat pada 2 ayat, yaitu pada surah Yusuf : 108 dan al-Qiyamah : 14. sedangkan kata bashair yaitu bentuk jama’ dari bashirah disebut dalam al-Quran sebanyak 5 kali. Dalam menafsirkan kata bashirah yang ada pada surat Yusuf : 108, al-Baghawi dan Sayyid Thanthawi menjelaskan ma’na al-bashirah adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Kata al-abshar yaitu bentuk jama’ dari al-bashar berjumlah 8 ayat, 3 diantaranya didahului kata ulu (mempunyai), ya’ni Surah Ali Imran : 13, an-Nur : 44, dan al-Hasyr : 2.
- An-Nuha,ma’nanya sama dengan al-‘aql, dan akal dinamakan an-nuha yang juga memiliki arti mencegah, karena akal mencegah dari keburukan. Kata an-nuha di dalam al-Quran terdapat pada 2 tempat, keduanya ada pada Surat thaha ; 54, 128 dan keduanya diawali dengan kata uli (pemilik).
- Al-fiqh yang berarti pemahaman atau ilmu. Di dalam al-Quran, Kata yang seasal dengan al-Fiqh terdapat pada 20 ayat, kesemuanya menggunakan kata kerja (fi’l mudhari’), hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman itu seharusnya dilakukan secara terus menerus. Kata al-fiqh juga berarti al-fithnah (kecerdasan).
- Al-Fikr, yang artinya berpikir. Kata yang seakar dengan al-fikr terdapat pada 18 ayat. Kesemuanya berasal dari bentuk kata at-tafakkur, dan semuannya berbentuk kata kerja (fi’l), hanya satu yang berbentuk kata fakkara, yaitu pada Surat al-Mudatstsir : 18. Al-Jurjani mendefinisikan, at-tafakkur adalah pengerahan hati kepada makna sesuatu untuk menemukan sesuatu yang dicari, sebagai lentera hati yang dengannya dapat mengetahui kebaikan dan keburukan.
- An-nazhar yang memiliki makna melihat secara abstrak (berpikir), Di dalam kamus Taj al-‘Arus disebutkan termasuk makna an-nazhar adalah menggunakan mata hati untuk menemukan segala sesuatu, an-nazhar juga berarti al-i’tibar (mengambil pelajaran), at-taammul (berpikir), al-bahts (meneliti). Untuk membedakan antara an-nazhar dan al-Ru’yah, Abu Hilal al-‘Askari memberikan definisi bahwa al-nazhar adalah mencari petunjuk, juga berarti melihat dengan hati. Di dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan an-nazhar lebih dari 120 ayat
- At-tadabbur yang semakna dengan at-tafakkur, terdapat dalam al-Quran sebanyak 8 ayat. Al-Jurjani memberikan definisi at-tadabbur, adalah berpikir tentang akibat suatu perkara, sedangkan at-tafakkur adalah pengerahan hati untuk berpikir tentang dalil (petunjuk).
- Adz-dzikr yang berarti peringatan, nasehat, pelajaran.
Dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan adz-dzikr berjumlah 285 kata, 37 diantaranya adalah yang berasal dari bentuk kata at-tadzakkur yang berarti mengambil pelajaran.
1. Ta’qilun | 2. Ya’qilun | ||||
No. | Surat | Ayat | No. | Surat | Ayat |
1 | Al-Baqarah | 44 | 1 | Al-Baqarah | 164 |
2 | Al-Baqarah | 73 | 2 | Al-Baqarah | 170 |
3 | Al-Baqarah | 76 | 3 | Al-Baqarah | 171 |
4 | Al-Baqarah | 242 | 4 | Al-Maidah | 58 |
5 | Ali Imran | 65 | 5 | Al-Maidah | 103 |
6 | Ali Imran | 118 | 6 | Al-Anfal | 22 |
7 | Al-An’am | 32 | 7 | Yunus | 42 |
8 | Al-An’am | 151 | 8 | Yunus | 100 |
9 | Al-A’raf | 169 | 9 | Al-Ra’d | 4 |
10 | Yunus | 16 | 10 | Al-Nahl | 12 |
11 | Hud | 51 | 11 | Al-Nahl | 67 |
12 | Yusuf | 2 | 12 | Al-Hajj | 46 |
13 | Yusuf | 109 | 13 | Al-Furqan | 44 |
14 | Al-Anbiya’ | 10 | 14 | Al-‘Ankabut | 35 |
15 | Al-Anbiya’ | 67 | 15 | Al-‘Ankabut | 63 |
16 | Al-Mu’minun | 80 | 16 | Al-Rum | 24 |
17 | Al-Nur | 61 | 17 | Al-Rum | 28 |
18 | Al-Syu’ara | 28 | 18 | Yasin | 68 |
19 | Al-Qashash | 60 | 19 | Al-Zumar | 43 |
20 | Yasin | 62 | 20 | Al-Jatsiyah | 5 |
21 | Al-Shaffat | 138 | 21 | Al-Hujurat | 4 |
22 | Ghafir | 67 | 22 | Al-Hasyr | 14 |
23 | Al-Zukhruf | 3 | |||
24 | Al-Hadid | 17 |
3. Tubshirun | 4. Yubshirun | ||||
No. | Surat | Ayat | No. | Surat | Ayat |
1 | Al-Anbiya’ | 3 | 1 | Al-Baqarah | 17 |
2 | Al-Naml | 54 | 2 | Al-A’raf | 179 |
3 | Al-Qashash | 72 | 3 | Al-A’raf | 195 |
4 | Al-Zukhruf | 51 | 4 | Al-A’raf | 198 |
5 | Al-Dzariyat | 21 | 5 | Yunus | 43 |
6 | Al-Thur | 15 | 6 | Hud | 20 |
7 | Al-Waqi’ah | 85 | 7 | As-Sajdah | 27 |
8 | Al-Haqqah | 38 | 8 | Yasin | 9 |
9 | Al-Haqqah | 39 | 9 | Yasin | 66 |
10 | Al-Shaffat | 175 | |||
11 | Al-Shaffat | 179 | |||
12 | Al-Qalam | 5 |
1. Tafqahun | 2. Yafqahun | ||||
No. | Surat | Ayat | No. | Surat | Ayat |
1 | Al-Isra’ | 44 | 1 | Al-Nisa’ | 78 |
2 | Al-An’am | 65 | |||
3 | Al-An’am | 98 | |||
4 | Al-A’raf | 179 | |||
5 | Al-Anfal | 65 | |||
6 | Al-Taubah | 81 | |||
7 | Al-Taubah | 87 | |||
8 | Al-Taubah | 127 | |||
9 | Al-Kahf | 93 | |||
10 | Al-Fath | 15 | |||
11 | Al-Haswyr | 13 | |||
12 | Al-Munafiqun | 3 | |||
13 | Al-Munafiqun | 7 |
1. Tatafakkarun | 2. Yatafakkarun | ||||
No. | Surat | Ayat | No. | Surat | Ayat |
1 | Al-Baqarah | 219 | 1 | Ali Imran | 191 |
Al-An’am | 50 | 2 | Al-A’raf | 176 | |
3 | Yunus | 24 | |||
4 | Al-Ra’d | 3 | |||
5 | Al-Nahl | 44 | |||
6 | Al-Nahl | 69 | |||
7 | Al-Rum | 21 | |||
8 | Al-Zumar | 42 | |||
9 | Al-Jatsiyah | 13 | |||
10 | Al-Hasyr | 21 |
1. Tatadzakkarun | 2. Yatadzakkarun | ||||
No. | Surat | Ayat | No. | Surat | Ayat |
1 | Al-An’am | 80 | 1 | Al-Baqarah | 221 |
Al-Sajdah | 4 | 2 | Ibrahim | 25 | |
Ghafir | 58 | 3 | Al-Qashash | 43 | |
4 | Al-Qashash | 46 | |||
5 | Al-Qashash | 51 | |||
6 | Al-Zumar | 27 | |||
7 | Al-Dukhan | 58 |
Dari kata-kata tersebut, yang banyak digunakan oleh al-Quran.
0 Response to "KECERDASAN MENURUT AL-QURAN"